Program Pendidikan Gratis Pemerintah Masih Menjadi Isapan Jempol Belaka Bagi Siswa di SD Negeri Sememi 1

Surabaya || Menyoroti Dugaan Penjualan atribut dan Seragam Sekolah di SD Negeri Sememi 1, Kecamatan Benowo, Surabaya, serta sikap Kepala Sekolah,Eko Julistiono  yang dinilai menghindar dari konfirmasi media terkait isu tersebut.

Dugaan Pelanggaran Kepala Sekolah SD Negeri Sememi 1, Eko, melakukan praktik penjualan, Atribut sekolah,Seragam batik dan Seragam olahraga,​Total biaya yang harus dikeluarkan wali murid kelas 1 tahun ajaran 2025-2026 untuk tiga item tersebut adalah Rp 265.000.

​Praktik ini dinilai bertentangan dengan program pendidikan gratis pemerintah dan berpotensi melanggar aturan larangan pungutan di lembaga pendidikan sekolah negeri,  Sebagaimana sudah diatur tegas,di Pasal 181a Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, yang menyatakan pendidik dan tenaga kependidikan, baik perorangan maupun kolektif, dilarang menjual buku pelajaran, LKS, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, seragam sekolah, atau bahan pakaian seragam di satuan pendidikan.

“Pemerhati Pendidikan Noer Khalifah Ketum Aliansi Wartawan Sejawa Timur,(AWAS) angkat bicara, Berdasarkan pasal itu sudah jelas. Guru, maupun karyawan di sekolah termasuk komite sekolah sama sekali tidak boleh menjual buku maupun seragam di sekolah. Di pasal itu tertulis, Komite Sekolah, baik perorangan maupun kolektif dilarang menjual buku pelajaran, bahan ajar, pakaian seragam, atau bahan pakaian seragam di sekolah. Jual beli seragam, buku pelajaran dan LKS yang dilakukan pihak sekolah merupakan mal administrasi, sebuah pelanggaran administrasi, dapat dikategorikan sebagai tindakan Pungutan Liar atau Pungli, yang dapat dikenakan sanksi pidana bagi pelakunya. Praktik jual beli seragam, buku hingga LKS yang dilakukan sekolah maupun komite sekolah sebagai bagian dari tindakan Pungli. Sebab, hal itu menjadi ranah penegak hukum“, ungkapnya.

“​Sikap Kepala Sekolah Eko yang dianggap “alergi dengan wartawan” dan menghindar dari upaya konfirmasi media, baik saat didatangi di sekolah maupun melalui pesan WhatsApp.

​Sikap ini dianggap enggan menerapkan keterbukaan informasi publik. Kepala Sekolah tidak paham dan tidak taat terhadap regulasi, khususnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), yang mewajibkan badan publik (termasuk sekolah negeri) untuk terbuka dan memberikan informasi yang benar kepada masyarakat.

​Media/pers sebagai kontrol sosial yang dilindungi undang-undang tidak dapat menjalankan fungsinya karena sulitnya konfirmasi.

​Tuntutan dan Harapan Masyarakat

​Masyarakat, Melalui Pemerhati Pendidikan Noer Khalifah, menyampaikan tuntutan agar, ​Kepala Dinas Pendidikan dan Pemerintah Kota Surabaya mengevaluasi kinerja Kepala Sekolah Eko Julistiono,

Dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap praktik penjualan seragam/atribut serupa di sekolah-sekolah lain di Surabaya, untuk memastikan program pendidikan gratis berjalan dan tidak ada beban tambahan bagi orang tua.

​Hingga berita diterbitkan, Dinas Pendidikan Kota Surabaya belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait isu ini.

​Isu ini menunjukkan adanya ketegangan antara program pendidikan gratis pemerintah dan dugaan praktik pungutan liar (pungli) dalam bentuk penjualan atribut/seragam, serta masalah transparansi dan akuntabilitas kepemimpinan di tingkat sekolah.

(ahot)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top