Halaqah Ulama “Urun Rembuk Revisi UU Haji”Desak Penataan Sistem Syarikah dan Pelunasan BPIH Lebih Awal

KABARINSPIRATIF.COM, SEMARANG – Sejumlah tokoh ulama dan pemangku kepentingan haji menyuarakan kebutuhan mendesak untuk membenahi sistem penyelenggaraan ibadah haji Indonesia melalui revisi Undang-Undang Haji secara menyeluruh. Hal ini mengemuka dalam Halaqah Ulama bertajuk “Urun Rembug Revisi UU Haji” yang digelar di Ballroom Masjid Raya Baiturrahman, Semarang, Kamis (03/07/2025).

Kegiatan ini diselenggarakan atas kerja sama Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Tengah dan PW Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) Jawa Tengah, yang diikuti oleh pengurus MUI dan IPHI kabupaten/kota se-Jawa Tengah.

Ketua Umum PP IPHI Dr H Erman Suparno, yang juga mantan Menteri Tenaga Kerja era Presiden KH Abdurrahman Wahid, menegaskan pentingnya partisipasi masyarakat dalam merumuskan revisi regulasi haji.

“Persoalan haji itu sangat kompleks dan dinamis. Masalahnya berubah setiap tahun. Tahun ini selesai, tahun depan muncul lagi persoalan baru. Karena itu, pemerintah sangat memerlukan masukan dari masyarakat, terutama dari para ulama dan praktisi haji,” ujar Erman, yang menyebutkan bahwa PP IPHI telah dua kali diundang oleh Komisi VIII DPR RI dalam rapat pembahasan revisi UU Haji.

Sekretaris Umum MUI Jateng Drs KH Muhyiddin MAg menjelaskan bahwa halaqah ini menghadirkan sejumlah narasumber kompeten dari berbagai elemen, Ketua Umum PP IPHI Dr H Erman Suparno, Ketua Umum MUI Jateng Dr KH Ahmad Darodji MSi

Kepala Kanwil Kemenag Jateng Dr H Saiful Mujab MA, Ketua PW IPHI Jateng Prof Dr KH Imam Taufiq MAg

Ketua DPW FK KBIHU Jateng Dr (HC) KH Shodiq Hamzah, dan Ketua DPW DMI Jateng Prof Dr H Ahmad Rofiq MA.

Dengan moderator Dr H Andi Purwono, dosen FISIP Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang.

Salah satu sorotan tajam datang dari Prof Dr H Ahmad Rofiq MA, Ketua DPW DMI Jateng yang juga Guru Besar UIN Walisongo Semarang. Ia menceritakan pengalaman langsungnya sebagai jamaah haji tahun 2025 bersama KBIH Ashodiqiyyah.

“Kami bersama rombongan harus berjalan kaki dari Muzdalifah ke Mina. Alhamdulillah semua sehat dan selamat, tapi ini bukti bahwa persoalan teknis di lapangan sangat merepotkan,” ucapnya.

Menurut Rofiq, salah satu akar masalah tahun ini adalah keterlambatan penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang baru disahkan 25 April 2025, padahal pada 1 Mei jamaah sudah harus masuk asrama.

“Ini menyebabkan data antara pra-manifest, manifest penerbangan, dan manifest yang diterima syarikah tidak sinkron. Akibatnya, banyak jamaah terpisah dari suami/istri, lansia dari pendamping, bahkan petugas dari jamaah yang seharusnya dilayani. Kasusnya lebih dari 1.300,” jelasnya prihatin.

Ia mendesak agar penetapan BPIH dilakukan jauh lebih awal agar sistem Siskohat dan pengurusan visa tidak terburu-buru. Ia juga menyarankan penataan sistem syarikah berbasis kloter dan zona embarkasi, serta penempatan jamaah satu kloter dalam satu hotel yang sama.

“Cerita jamaah satu kloter tersebar di 13 hotel itu sungguh memprihatinkan. Ini menyulitkan koordinasi, menyusahkan jamaah, dan sangat merepotkan petugas PPIH,” tandasnya.

Ketua Umum MUI Jawa Tengah Dr KH Ahmad Darodji MSi menambahkan, sistem multisyarikah saat ini sebaiknya dibenahi dan disesuaikan dengan database jamaah haji secara terintegrasi.

“Idealnya satu syarikah melayani satu zona wilayah berbasis embarkasi atau daerah asal jamaah. Penyamaan dan integrasi database antara Kemenag, maskapai, dan syarikah adalah kunci,” tegasnya.

Sementara itu, Kepala Kanwil Kemenag Jawa Tengah Dr H Saiful Mujab MA menyoroti tantangan di lapangan, mulai dari perbedaan tingkat pemahaman keagamaan dan pendidikan jamaah, hingga kondisi fisik jamaah yang sangat beragam.

“Petugas haji harus mampu menyampaikan informasi dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami. Perhatian khusus juga wajib diberikan kepada lansia dan jamaah berkebutuhan khusus, apalagi di tengah cuaca ekstrem dan kepadatan lokasi ibadah,” ujar Saiful.

Halaqah ini menjadi forum penting untuk menyuarakan solusi dari bawah, agar regulasi haji benar-benar berpihak pada jamaah, efisien dalam pelaksanaan, dan sesuai dengan realitas di lapangan.
( Agus F/Djarmanto – YF2DOI )

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top